Minggu, 26 Januari 2014

Baucis dan Philemon

Baucis dan Philemon hidup di Phrygia, bagian dari Asia Minor (daerah semenanjung Anatolia). Mereka telah lama menikah, dan walaupun mereka miskin, mereka hidup bahagia dan saling mencintai satu sama lain dengan tulus. Mereka memliki kebun yang kecil, yang hanya bisa memenuhi kebutuhan makan mereka sehari-hari. Terkadang, keadaan yang sulit membuat mereka tidak bisa menanam apapun di kebunnya, sehingga mereka hanya dapat mengandalkan telur dari seekor angsa yang hidup di kebunnya. Angsa ini bukan hanya berperan menghasilkan telur, melainkan juga berperan sebagai penjaga kebun kecil pasangan ini.

Suatu hari, Zeus dan Hermes memutuskan untuk mengunjungi Phyrgia. Zeus, pelindung para tamu, ingin mengetahui apakah rakyat Phyrgia bersikap baik pada pendatang. Zeus dan Hermes mengenakan baju compang-camping agar tidak ada yang mengenali mereka. Mereka tau bahwa jika mereka datang sebagai dewa, mereka tentu akan disambut dengan mewah, sehingga mereka memutuskan untuk berpakaian compang-camping untuk melihat bagaimana rakyat Phyrgia bersikap pada pengembara biasa.

Maka dengan penyamarannya, mereka mendatangi satu-persatu rumah di Phyrgia, untuk mendapat tempat beristirahat dan meminta makanan dan minuman. Namun setiap penghuni rumah yang mereka datangi menolak dengan kasar. Setelah hal ini terjadi berkali-kali, Zeus menjadi khawatir. Dia berpaling pada Hermes dan berkata, “Bagaimana mungkin orang bisa berpergian di negeri yang rakyatnya begitu tidak ramah dan tidak mengenal sopan santun? Tiadakah orang di Phyrgia yang ramah pada pengembara tak dikenal? Pengembara yang jauh dari rumahnya tidak seharusnya kelaparan. Aku ingin tahu apa yang mereka rasakan jika mereka diperlakukan sebagaimana mereka memerlakukan kita tadi?” Hermes hanya diam mendengar pertanyaan Zeus, dan mereka pun melanjutkan perjalanan. Akhirnya, setelah mengetuk ratusan pintu dan diperlakukan secara kasar pada setiap rumah yang merekan kunjungi, mereka sampai di gubuk kecil yang terlihat sangat kumuh dibandingkan dengan rumah-rumah lain. Rumah ini terletak dibawah bukit tinggi, dan walaupun kebun disekitar rumah ini kecil, namun tanahnya terpelihara dengan baik. Ketika mereka mengetuk pintu, pasangan yang berdiam disitu keluar. Dengan kebaikan hati dan tangan terbuka mereka mengundang kedua pengembara untuk masuk. Dengan menundukkan badan karena pendeknya pintu masuk, mereka masuk ke sebuah ruangan kecil namun bersih.

Selasa, 21 Januari 2014

Dionysus dan Para Pengikutnya

Ayah Semele adalah Cadmus, Raja dari Thebes. Dia hidup bahagia dan mewah di istana, bersama dengan saudari-saudarinya Autonoe, Ino, dan Agave. Semakin dewasa, semakin terlihat bahwa mereka tumbuh menjadi sangat cantik. Hidup terasa sempurna bagi para Putri ini, sampai suatu hari Semele jatuh cinta pada orang asing berperawakan tinggi dan tampan

Buta akan cintanya, Semele tidak memedulikan bahwa dia sebenarnya tidak tahu banyak mengenai kekasihnya. Dia pun merahasiakan hal ini dari keluarga dan teman-temannya, dan walaupun saudari-saudarinya menyadari ada yang berbeda dari Semele, namun tak ada yang mencurigainya.

Semele samasekali tidak tahu bahwa kekasihnya sesungguhnya adalah Zeus, yang mengunjunginya dengan berwujud sebagai manusia. Zeus sangat mencintai kecantikan dan keanggunan Semele, namun dia tidak bisa menemuinya dalam wujudnya yang sebenarnya. Jika Zeus melakukannya, maka Semele akan mati, karena tidak ada manusia yang dapat melihat wujud asli para Dewa tanpa terserap oleh kekuatan para Dewa. Namun, setelah beberapa lama menjalin kasih dengan Semele, Zeus akhirnya mengakui identitas aslinya pada Semele. Semele sangat terkejut, namun dia memercayai kekasihnya.